SKRINING FITOKIMIA DARI DAUN DAN BATANG SELEDRI (Apium Graveolens L.), DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) , DAN BUAH CABE (Capsicum annum L.)
I. ABSTRACT
Done skrining fitokimia from leaf and celery stick, leaf guava, with chilli fruit. test result demoes that leaf extract and celery stick demoes positive one to saponin, two to tannin and three to flavanoid. to eskstrak leaf guava demoes positive two in test saponin, three in tannin and one in flavanoid. while chilli fruit extract demoes positive one to tannin and one to flavonoid.
Keywords : celery, guava, chilli, fitochemical.
II. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi, sehingga memungkinkan tumbuhnya berbagai macam jenis flora. Bahkan Indonesia dikenal sebagai Negara nomor dua yang memiliki kelengkapan jenis flora dari sekian banyak Negara di dunia ini. Hutan hujan tropis yang merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya, menyimpan berbagai macam rahasia alam yang semakin hari semakin banyak diketahui oleh manusia.
Papua merupakan salah satu propinsi di Indonesia dengan hutannya yang begitu luas, dan keanekaragaman hayati yang sangat khas. Sekitar 3000 jenis tanaman di papua telah dimanfaatkan secara turun temurun oleh masyarakat sekitar sebagai obat, sebagai contoh, buah merah telah banyak digunakan sebagai obat dari berbagai macam penyakit. Demikian juga dengan sarang semut yang tidak kalah populernya sebagai sang raja herbal.
Letak geografis, iklim dan kesuburan tanah mempengaruhi kandungan kimia yang terdapat dalam suatu herbal. Seledri, jambu biji, dan juga cabe, merupakan tanaman yang umum kita jumpai hampir diseluruh wilayah nusantara ini. Akan tetapi kandungan kimia dari ketiga jenis tumbuhan tersebut belum tentu sama untuk setiap daerahnya. Terlebih di Papua yang memiliki iklim dan kesuburan tanah yang jauh berbeda jika dibanding daerah lain sangat berpeluang adanya perbedaan kandungan kimianya.
Seledri yang biasa dimanfaatkan sebagai sayur dan memiliki aroma yang sedap pada masakan seperti sayur sup, soto dan lainnya. Ternyata seledri juga memiliki kegunaan sebagai obatobatan. Pemanfaatan seledri sebagai obat telah popular sejak masa yunani klasik dan masa Romawi sebagai penyejuk perut. Seledri disebut-sebut sebagai sayuran anti-hipertensi. Fungsi lainnya adalah sebagai peluruh (diuretika), anti reumatik serta pembangkit nafsu makan (karminativa). Umbinya memliki khasiat yang mirip dengan daun tetapi digunakan pula sebagai afrodisiaka (pembangkit gairah seksual).
Kandungan utamanya adalah butilftalida dan butilidftalida sebagai pembawa aroma utama. Terdapat juga sejumlah flavonoid seperti graveobiosid A (1-2%)dan B (0,1 - 0,7%), serta senyawa golongan fenol. Komponen lainnya apiin, isokuersitrin, furanokumarin, serta isoimperatorin. Kandungan asam lemak utama dalah asam petroselin (40-60%). Daun dan tangkai daun mengandung steroid seperti stigmasterol dan sitosterol.
Klasifikasi botani dari seledri yaitu :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : A. graveolens
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : A. graveolens
Jambu Biji (Psidium guajava) tersebar meluas sampai ke Asia Tenggara termasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan Srilangka. Jambu biji termasuk tanaman perdu dan memiliki banyak cabang dan ranting; batang pohonnya keras. Permukaan kulit luar pohon jambu biji berwarna coklat dan licin. Apabila kulit kayu jambu biji tersebut dikelupas, akan terlihat permukaan batang kayunya basah. Bentuk daunnya umumnya bercorak bulat telur dengan ukuran yang agak besar. Bunganya kecil-kecil berwarna putih dan muncul dari balik ketiak daun. Tanaman ini dapat tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai pada ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut. Pada umur 2-3 tahun jambu biji sudah mulai berbuah. Bijinya banyak dan terdapat pada daging buahnya.
Jambu biji memiliki nama lain yang biasa dikenal yaitu Psidium guajava (Inggris/Belanda), Jambu Biji (Indonesia), Jambu klutuk, Bayawas, tetokal, Tokal (Jawa), Jambu klutuk, Jambu Batu (Sunda), Jambu bender (Madura).
Kandungan kimia dari buah, daun dan kulit batang pohon jambu biji yaitu tanin, sedang pada bunganya tidak banyak mengandung tanin. Daun jambu biji juga mengandung zat lain selain tanin, seperti minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin dan vitamin. Kandungan buah jambu biji (100 gr) - Kalori 49 kal - Vitamin A 25 SI - Vitamin B1 0,02 mg - Vitamin C 87 mg - Kalsium 14 mg - Hidrat Arang 12,2 gram - Fosfor 28 mg - Besi 1,1 mg - Protein 0,9 mg - Lemak 0,3 gram - Air 86 gram.
Keguanaan dari daun jambu biji sangat banyak beberapa diantaranya yaitu: sebagai obat diare, obat maag, masuk angin, beser, prolapsisani, sariawan, sakit kulit dan obat luka baru. Selain itu daun jambu biji juga bisa dimanfaatkan sebagai antioksidan, obat batuk dan membantu mengobati penyakit diabetes mellitus.
Klasifikasi botani dari jambu biji yaitu :
Kerajaan : Plantae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Upafamili : Myrtoideae
Bangsa : Myrteae
Genus : Psidium
Spesies : P. guajava
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Upafamili : Myrtoideae
Bangsa : Myrteae
Genus : Psidium
Spesies : P. guajava
Cabai adalah tanaman yang termasuk ke dalam keluarga tanaman Solanaceae. Tanaman yang berbuah pedas ini digunakan secara luas sebagai bumbu masakan di seluruh dunia. Spesies tanaman cabai yang paling sering digunakan meliputi Capsicum annum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum pubescens, dan Capsicum baccatum.
Apabila cabai dimakan, senyawa-senyawa capsaicinoids berikatan dengan reseptor nyeri di mulut dan kerongkongan sehingga menyebabkan rasa pedas. Kemudian reseptor ini akan mengirimkan sinyal ke otak yang mengatakan bahwa sesuatu yang pedas telah dimakan. Otak merespon sinyal ini dengan menaikkan denyut jantung, meningkatkan pengeluaran keringat, dan melepaskan hormon endorfin.
Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Cabai merah juga mengandung vitamin C dalam jumlah besar, juga mengandung karoten (pro vitamin A).
Kalsifikasi botani untuk cabai kecil adalah
Cabe memiliki beberapa nama daerah yaitu : untuk Sumatera: campli, capli (Aceh), ekiji-kiji, kidi-kidi (Enggano), leudeu (Gayo), lacina (Batak Karo), lasiak, lasina (Batak Toba), lada sebua (Nias), raro sigoiso (Mentawai), lado (Minangkabau), cabi (Lampung), cabe, lasinao (Melayu). Jawa: cabe, lombok, sabrang (Sunda), lombok, mengkreng, cabe (Jawa), cabhi (Madura), tabia (Bali): Nusa Tenggara: sebia (Sasak), saha, sabia (Bima), mbaku hau (Sumba), koro (Flores), hili (Sawu). Kalimantan: sahang (Banjar), rada (Sampit), sambatu (Ngaju). Sulawesi: rica (Mana-do), bisa (Sangir), mareta (Mongondow), malita (Gorontalo), lada (Makasar), ladang (Bugis). Maluku: manca (Seram), siri (Ambon), kastela (Buru), maricang (Halmahera), rica lamo (Ternate, Tidore), maresen (Kalawat), rihapuan (Kapaon), riksak (Sarmi), ungun gunah (Berik), rica (Papua).
Tujuan dari praktikum ini adalah : untuk mengetahui kandungan kimia dari daun dan batang seledri, daun jambu biji, dan buah cabe asal kota manokwari. Setelah dilakukan praktikum ini diharapkan bisa diketahui perbedaan kandungan kimia dari tumbuhan yang ada di manokwari di banding di daerah lainnya. Selain itu tujuan praktikum ini yaitu untuk melatih ketrampilan mahasiswa dalam melakukan uji fitokimia.
III. METODE
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu:
Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis, 29 April, 6 dan 20 Mei 2010. Jam 10.20 – 12.50 WIT.
3.1.2 Tempat :
Pelaksanaan praktikum ini yaitu di Laboratorium Jurusan Kimia Universitas Negeri Papua Manokwari.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
Mortar, gelas piala, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, pipet tetes, gelas ukur, pemanas, corong, kertas saring, pisau, gunting.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu :
Sampel segar (batang dan daun seledri, daun jambu biji, buah cabe), air, HCl 5%, Reagen meyer, FeCl3, Methanol, Eter, Liebermen bochard, H2SO4
3.3 Cara kerja
3.3.1 Preparasi sampel
Sampel segar diiris kecil, ditumbuk halus, ditambahkan air secukupnya kemudian dipanaskan selama 25 menit. Untuk uji alkaloid, pelarut air diganti dengan HCl 5%.
Setelah dipanaskan kemudian disaring dengan kertas saring sehingga didapat ekstrak dari sampel.
3.3.2 Skrining fitokimia
3.3.2.1 Uji Alkaloid
Ambil 5 mL ekstrak sampel kemudian ditambahkan dengan reagen meyer. Perubahan warna dan terbentuknya endapan menunjukan uji positif alkaloid.
Jumlah endapan banyak : +++, sedang : ++, sedikit : +
3.3.2.2 Uji Saponin
Ambil ekstrak sampel sebanyak 5 mL, kocok dengan kuat kemudian diamkan selama 15 menit. Setelah itu amati busa yang terbentuk :
Jumlah busa banyak : +++, sedang : ++, sedikit : +
3.3.2.3 Uji Tannin
Ambil 5 mL ekstrak sampel, tambahkan FeCl3. Perubahan warna hijau, biru kehijauan atau biru kehitaman, atau adanya endapan menunjukan positif tannin. Jumlah endapan banyak : +++, sedang :++, sedikit : +
3.3.2.4 Uji Flavanoid
Ambil 5 mL ekstrak sampel, isikan pada 3 tabung reaksi, tambahkan eter secukupnya, kemudian tabung 1 tambahkan 3 tetes H2SO4 pekat. Perubahan warna merah menunjukan positif flavanoid. Warna merah sekali : +++, merah sedang : ++, sedikit : +.
Tabung 2 tambahkan 0,5 mL HCl pekat, serta berikan sedikit serbuk Mg. perubahan warna menjadi merah Menunjukan positif flavanoid.
Tabung 3 tambahkan dengan NaOH, jika terjadi perubahan warna menjadi kuning menunjukan positif flavanoid.
3.3.2.5 Uji steroid/Triterpenoid
Ambil sampel 5 mL, tambahkan pereaksi Lieberman bochard jika terbentuk warna merah atau ungu adalah posotif triterpenoid. Jika warna hijau menunjukan positif steroid.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENGAMATAN
Hasil uji skrining fitokimia dari ekstrak daun dan batang seledri, daun jambu biji, serta buah cabe, bisa dilihat pada table 1 berikut ini:
Tabel 1. Hasil skrining fitokimia dari daun seledri, daun jambu biji, dan buah cabe.
Sampel | Daun Seledri | Daun jambu biji | Buah Cabe |
Uji Fitokimia | |||
Alkaloid | - | - | - |
Saponin | + | ++ | - |
Tannin | ++ | +++ | + |
Flavanoid (H2SO4) | - | - | - |
Flavanoid(HCl+Mg) | - | + | - |
Flavanoid (NaOH) | +++ | - | + |
Triterpenoid | - | - | - |
Steroid | - | - | - |
4.2 PEMBAHASAN
Skrining fitokimia merupakan cara sederhana untuk melakukan analisis kualitatif kandungan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan. Pada praktikum ini skrining yang dilakukan terbatas pada uji alkaloid, uji flavanoid, saponin, tannin, triterpenoid dan steroid. Setiap golongan senyawa metabolit skunder yang terkandung dalam tumbuhan memiliki cirri dan karakter tersendiri. Dengan mempelajari sifat kimia dari masing-masing golongan metabolit sekunder tersebut maka muncullah suatu metode atau cara untuk mengetahui adanya senyawa tertentu dalam tumbuhan tersebut.
Dalam uji fitokimia kita menggunakan pereaksi yang berbeda untuk setiap golongan yang akan di uji. Demikian halnya dengan pelarut yang digunakan pada proses isolasi semestinya menggunakan pelarut yang berbeda. Penggunaan pelarut yang berbeda ini didasarkan pada sifat kepolaran dari senyawa yang akan di isolasi dan selanjutnya di skrining. Penggunaan pelarut yang tidak sesuai akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Boleh golongan senyawa tertentu tidak akan Nampak pada skrining yang kita lakukan, atau bahkan kita tida mendapatkan senyawa yang kita inginkan.
Pada praktikum ini pelarut yang kita gunakan untuk mengisolasi senyawa yang ada dalam tumbuhan itu yaitu pelarut air. Yang mana air ini memiliki sifat yang sangat polar sehingga memungkinkan dapat mengambil semua senyawa yang terkandung dalam sampel kita meskipun ada beberapa senyawa yang tidak dapat terambil.
Proses ekstraksi dari semua sampel tumbuhan dilakukan secara seragam, baik ekstrak yang akan digunakan untuk uji flavanoid, saponin, tannin, tritrpenoid, dan steroid. Yaitu dengan menggunakan pelarut air dan dipanaskan selama 25 menit. Kemudian disaring sehingga bias kita pisahkan antara ekstrak dan residunya. Perbedaan proses ekstraksi dilakukan hanya pada ekstrak yang akan digunakan untuk uji alkaloid. Dalam hal ini, pelarutnya yang digunakan yaitu methanol.
Berdasarkan prosedur yang ada, waktu pemanasan juga berfariasi untuk beberapa ekstrak yang akan digunakan pada setiap ujinya. Secara teoritis lama waktu pemanasan akan berpengaruh pada kadar atau kandungan senyawa tertentu yang terdapat pada ekstrak yang kita lakukan. Boleh jadi senyawa yang kita inginkan mengalami perubahan dan modifikasi akibat pemansan yang terlalu lama, atau boleh jadi senyawa yang kita inginkan belum terekstrak karena proses pemanasa yang kurang lama.
Untuk uji alkaloid, dari ketiga herbal diatas menunjukan hasil yang negative. Pada uji ini, sampel yang telah dihaluskan diekstrak dengan menggunakan methanol dan dipanaskan selama 25 menit. Kemudian ditambahkan dengan reagen meyer dan setelah didiamkan selama sepuluh menit ternyata ketiga-tiganya tidak menunjukan adanya endapan. Hal ini menunjukan hasil negative untuk uji alkaloid pada ketiga herbal tersebut. Berdasar beberapa referensi yang saya dapatkan ketiga herbal tersebut memang tidak mengandung alkaloid untuk daerah lain.
Pengujian saponin dilakukan dengan cara mengocok ekstrak air yang didapat kemudian didiamkan selama sepuluh menit jika terdapat busa menunjukan uji positif untuk saponin. Jumlah kadar busa menunjukan kadar saponin yang ada pada ekstrak tersebut. Dari ketiga ekstrak tersebut yang menunjukan positif saponin adalah daun jambu biji dan daun seledri. Untuk daun seledri menurut dedewijaya (2007) mengandung saponin. Hal ini sesuai dengan hasil yang saya dapatkan yaitu positif satu untuk uji saponin. Sedangkan pada daun jambu biji, saya tidak menemukan literature yang mengatakan bahwa daun jambu biji mengandung saponin. Hal ini mungkin saja terjadi akibat pengaruh letak geografis Papua yang berbeda dengan daerah lain. Selain dari itu, kandungan saponin ini yang juga memberikan effect anti bakteri disamping taninnya. Itulah sebabnya daun jambu biji bias digunakan sebagai obat diare.
Ketiga herbal sampel ini menunjukan hasil yang positif untuk uji tannin. Warna yang ditunjukan adalah biru kehitaman. Urutan kadar tannin dari ketiga herbal dimulai dari positif 1,2 dan 3 adalah buah cabe, seledri, dan daun jambu biji. Kandungan tannin tertinggi terdapat pada daun jambu biji. Untuk daun jambu biji dari daerah lain juga mengandung tannin. Kandungan tannin ini yang menyebabkan daun jambu biji sangat aktif dalam mengobati diare. Kandungan tannin dari cabe, tidak ditemukan pada beberapa literatur yang lain.
Untuk uji flavanoid, pada praktikum ini dilakukan tiga uji yaitu menggunakan H2SO4, NaOH, dan HCl+Mg. penggunaan H2SO4 untuk uji flavanoid, akan memberikan warna merah jika ekstrak menagndung flavonoid. Sementara untuk NaOH kita akan mendapatkan warna kuning jika ekstrak mengandung falvonoid. Sedangkan untuk penggunaan HCl+Mg maka akan memberikan warna merah.
Penggunaan H2SO4 ketiga herbal tidak memberikan warna merah, hal ini berarti bahwa ketiga herbal tersebut tidak mengandung flavanoid. Sementara untuk NaOH, daun seledri menunjukan positif 3 sedangkan buah cabe menunjukan positif 1. Ketiga pereaksi memiliki reaksi yang spesifik untuk jenis flavonoid tertentu. Jika ekstrak tidak menunjukan hasil positif pada salah satu pereaksi flavonoid, berarti jenis dari flavonoid yang terkandung dalam ekstrak tersebut tidak memberi efek pada pereaksi tersebut.
Kandungan flavonoid pada herbal seledri asal manokwari menunjukan hasil yang sama untuk daerah asal lain. Demikian juga dengn ekstrak daun jambu biji juga sama mengandung flavonoid.
Pengujian troterpenoid dan steroid merupakan satu kesatuan uji, hanya saja efek yang diberikan berbeda untuk triterpenoid dan steroid. Triterpenoid akan memberikan warna merah atau ungu sementara untuk steroid akan memberikan warna hijau. Dari ketiga ektsrak herbal, tidak menunjukan hasil positif, baik untuk triterpenoid, maupun steroid.
Susi indriani mengatakan bahwa ekstrak daun jambu biji mengandung steroid. Tetapi hasil saya menunjukan hasil negative. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh pelarut yang digunakan yaitu air sehingga kurang bisa melarutkan senyawa steroid yang merupakan turunan dari lipid. Demikian halnya untuk ekstrak buah cabe, seharusnya dia mengandung steroid tetapi karena pelarutnya terlalu polar sehingga tidak dapat mengambil senyawa steroid yang bersifat non polar.
Untuk kandungan triterpenoid, pada ketiga herbal tidak ditemukan literature yang mangatakan bahwa cabe, daun seledri, dan daun jambu biji mengandung triterpenoid.
V. PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa :
1. Estrak daun seledri mengandung : saponin, tannin dan flavonoid.
2. Ekstrak daun jambu biji mengandung : saponin, tannin dan flavonoid.
3. Ekstrak buah cabe mengandung : tannin dan flavonoid.
4. Kandungan kimia suatu herbal juga dipengaruhi oleh letak geografis, kesuburan tanah, dan juga iklim
5. Pada uji steroid kita tidak mendapat hasil positif sementara pada literature sebenarnya herbal daun jambu biji dan buah cabe mengandung steroid, hasil ini terjadi karena pelarut yang kita gunakan sangat polar.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Harbon J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penentuan cara modern menganlisis tumbuhan. Terbitan ke dua. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan iwang soediro. Bandung. ITB Press.
IPTEKNET.2005. Tanaman Obat Indonesia Cabe Rawit. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=2 download at : 25-5-2010 8:35 pm.
IPTEKNET.2005. Tanaman Obat Indonesia Seledri. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=2 download at : 25-5-2010 09:20 pm.
IPTEKNET.2005. Tanaman Obat Indonesia jambu biji. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=2 download at : 25-5-2010 10:12 pm.
Kamadatu, Lingga. 2010. Skrining fitokimia dan penetapan kadar flavanoid total dari ekstrak etanol 70% daun seledri. Jurusan kimia. Manokwari.
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM
SKRINING FITOKIMIA DARI DAUN DAN BATANG SELEDRI (Apium Graveolens L.), DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) , DAN BUAH CABE (Capsicum annum L.)
OLEH
MUHAMMAD DAILAMI
200739010
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2010
No comments:
Post a Comment